
JAKARTA, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mengatakan, undang-undang pemilihan kepala daerah saat ini tak mencerminkan Indonesia sebagai negara demokratis. Ia menilai, undang-undang tersebut justru membuka peluang kepala daerah meraih jabatannya secara transaksional.
“Apakah UU yang sekarang mencerminkan negara hukum atau tidak? negara yang demokrasi atau tidak? Menurut saya tidak. Justru menghasilkan demokrasi yang cacat,” kata Busyro dalam diskusi di Jakarta, Selasa (25/11/2014).
Dengan dipilihnya kepala daerah oleh DPRD, kata Busyro, pilkada cenderung dimenangkan oleh orang yang memiliki uang dan “menghamba” pada partai politik. Menurut Busyro, hal tersebut akan memunculkan hubungan simbiosis mutualisme antara partai politik dan kepala daerah yang dipilihnya, terutama untuk perizinan pertambangan.
“Siapa menguasai pasar, dia bisa memengaruhi parpol. Kan kepala daerah yang mengeluarkan IUP (izin usaha pertambangan). Cukup menguasai kepala daerah yang daerahnya punya tambang potensial,” kata Busyro.
Busyro mengatakan, saat ini korupsi tak dapat dilepaskan dari sektor mineral dan batu bara. Ia menambahkan, banyak korporasi yang tidak membayar pajak karena tidak memiliki nomor pokok wajib pajak, sehingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 22 triliun.
“Hasil riset KPK dan BPK ada intransaparansi di 33 provinsi, di sektor pangan dan minerba. Sektor itu ada pembocoran sehingga rakyat tidak bisa memperoleh kenikmatan,” ujar Busyro.
/KOMPAS.com
Leave a Reply