
Jakarta – Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Amari mendukung penuh penghapusan ancaman hukuman mati bagi koruptor. Alasannya, bila koruptor diancam hukuman mati, dia khawatir aset korupsi yang telah dilarikan ke luar negeri tidak bisa dikembalikan.
“Pertimbangan utamanya, kalau di UU Tipikor ada hukuman mati, kalau ada narapidana atau tersangka yang lari ke luar negeri, pihak luar negeri tidak akan mau membantu mengembalikan asetnya ke Indonesia,” jelas Amari kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2011).
Amari merujuk perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) soal proses ekstradisi. Bila UU Tipikor mengamanatkan hukuman mati bagi seorang tersangka yang kabur ke luar negeri, maka pemerintah Indonesia akan mengalami kesulitan dalam upaya pengembalian aset dan ekstradisinya.
“Di dalam MLA dan di dalam UU Ekstradisi itu seperti itu. Jadi kalau suatu negara menganut hukuman mati bagi tersangka, maka permintaan MLA atau ekstradisi itu tidak akan dikabulkan,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menolak adanya hukuman mati bagi para koruptor seperti tertulis pada draft Revisi UU no 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor). Menurut Benny, hukuman mati bagi koruptor tidak efektif untuk menahan luasnya korupsi.
“Hukuman mati kita tolak. Selain melanggar HAM dan secara empiris, tidak berhasil, tidak efektif untuk menahan meluasnya korupsi,” kata Benny di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2011). (detik.com)
Leave a Reply